Rabu, 11 Maret 2009

Cukuplah Kematian Sebagai Nasihat


Beranjak Dari kehidupan ini, manusia lahir dan tumbuh berkembang, hidup kemudian mati sesuai takdir Allah yang Maha Kuasa, yang kemudian menjadi catatan sejarah yang kadang pun manusia tiada belajar dari sejarah itu. Berapa banyak manusia yang menutup lembaran kehidupannya dengan sia-sia dan tiada guna di akhirat, berapa banyak pula kisah-kisah yang disodorkan kepada kita melalui kalam-Nya yang mulia, terkadang pun kita sebagai manusia lengah dan lupa akan hal itu pula.

Lupa itu wajar, karena itulah dinamakan manusia karena sifat lupanya. Namun, tidak ada alasan bagi seorang muslim menyandarkan segala kesalahannya pada kelupaan. Karena lupa bisa tidak sengaja atau justru sengaja. Yanng pertama mendapat uzur (keringanan), tetapi yang kedua, jujur inilah yang sering kita lakukan, maka tidak aa keringanan padanya.

Agar kehidupan kita tidak dijejali dengan hal yang sia-sia yang berbuah penyesalan, maka hendaknya kita mencari "guru" yang senantiasa dapat menjadi pengingat kita disaat kita lupa beramal. Karena guru adalah telaga yang senantiasa memberikan nasihat disaat kita lupa. Dan agar lebih Maksimal lagi hasilnya, maka hendaknya kita mencari guru yang terbaik yang dapat hadir setiap waktu tanpa kita perlu janjian terlebih dahulu, yang ia pamrih tanpa berharap terima kasih, malah kalau bisa dia justru mendatangkan keunttungan bagi kita.

Untuk mendapatkan jawaban atas pencarian kita simak sabda Rasulullah Saw berikut:
"Suatu hari seorang Anshar datang kepada Rasulullah Saw dan bertanya kepada beliau Saw, 'Mukmin manakah yang paling cerdas?'
Beliau menjawab, 'Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yanng cerdas.'" (HR. Ibnu Majah no. 4259)

Ya benar...mengingat kematian adalah jawaban atas pencarian kita. Bila kita ingin dinobatkan sebagai seorang muslim yang cerdas yang tidak bodoh dan pelupa, maka jadikanlah kematian sebagai guru kita.

Berbahagialah hamba-hamba Allah yang senantiasa bercermin dari kematian. Ia adalah guru yang terbaik, bisa hadir setiap waktu, mengingatkan tanpa pamrih, bahkan bisa memberikan keuntungan bagi kita, karena mengingatkan kematian berarti ibadah yang berbuah pahala. Tinggal sisanya adalah kemauan kita untuk menghadirkannya setiap saat.

Mengingat kematian bukan hanya pada soal bagaimana kita mati dan apa yang terjadi setelah mati, namun kematian juga memberikan banyak pelajaran, mampu membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang.
Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkakan guru kematian begitu banyak dan menarik, bahkan menentramkan. Diantaranya adalah apa yang mungkin sering kita rasakan dan lakukan.
(dari majalah Gerimis Edisi 6, Thn 3. Juni 2008)